Tubuh merupakan anugerah yang diberikan Tuhan sehingga perlu dijaga kesehatannya. Kesehatan tubuh tidak hanya dilihat dari fisik namun juga dari batin. Sementara itu, kesehatan mental memiliki pengaruh besar terhadap fisik seseorang bahkan bisa mengganggu hari mereka. Diambil dari data Riskesdas (riset kesehatan dasar) 2018, sebanyak 6,1% remaja berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala seperti depresi dan kecemasan.
Penyebab dari gangguan mental sangat banyak, salah satunya ialah pandemi Covid-19. Selain berdampak pada perekonomian masyarakat, pandemi ini juga berdampak cukup besar pada kesehatan mental masyarakat. Menurut Dr. dr. Fidansjah, Sp.KJ., MPH., Pandemi Covid-19 merupakan pandemi yang berdimensi multisektor (bio-psiko-sosial-spiritual) sehingga menyebabkan ketakutan dan kegelisahan yang disebabkan oleh banyaknya informasi asimetris dan misleading (infodemi). Thakur dan Jain (2020) menyebutkan bahwa ada empat faktor risiko utama depresi yang muncul diakibatkan oleh pandemi. Pertama, faktor jarak dan isolasi sosial. Rasa takut terhadap Covid-19 menyebabkan adanya tekanan secara emosional sehingga orang memerintahkan tubuh mereka untuk menjaga jarak satu sama lain.
Kedua, resesi ekonomi akibat Covid-19. Pandemi ini menyebabkan krisis ekonomi sehingga banyak orang mengalami tekanan akibat rasa ketidakpastian dan putus asa. Banyak orang yang harus kehilangan pekerjaan diakibatkan krisis ekonomi. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat per 31 Juli 2020 ada 2,14 juta tenaga kerja formal dan informal yang terdampak pandemi Covid-19. Ketiga, stres dan trauma terhadap tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam melawan pandemi Covid-19 sehingga risiko terjangkit pun sangat besar. Ketakutan serta trauma karena menyaksikan pasien Covid-19 yang meninggal sendirian menjadi sumber stres yang sudah sampai tahap ekstrem.
Keempat, stigma dan diskriminasi. Hingga saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang mengalami diskriminasi diakibatkan oleh stigma Covid-19, terutama pada tenaga kesehatan. Bentuk stigma yang dialami di antara lain mengusir dari tempat tinggal, keluarga yang dikucilkan, menutup pintu saat melihat perawat bahkan ancaman diceraikan oleh suami atau istri (Kompas, 4 Agustus 2020:1)
Banyak cara untuk menangani gangguan mental salah satunya ialah dengan berolahraga. Banyak jenis olahraga simpel yang tidak membutuhkan banyak waktu untuk dilakukan, salah satunya adalah dengan yoga. Olahraga rutin selama 30 menit dengan intensitas sedang sudah cukup memberi manfaat kepada kesehatan mental. Berjalan santai juga menjadi salah satu pilihan aktivitas olahraga santai dan simpel. “Tetap bergerak. Di rumah saja kadang membuat kita malas ngapa-ngapain. Kalau memang tidak bisa keluar kan kita bisa muter-muter di sekitar rumah. Ini bukan penjara,” papar Psikologis klinis dewasa dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Nirmala Ika, M.Psi. Menurut Ika, berjalan santai di sore hari bisa menjadi salah satu cara untuk tetap terkoneksi dengan orang-orang di sekitar sehingga dapat melunturkan ketakutan terhadap dunia luar.
Menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh merupakan sebuah investasi. Olahraga bukanlah satu-satunya kegiatan yang membantu dalam menanggulangi kesehatan mental. Namun ini bisa menjadi permulaan dalam mengubah pola hidup agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan besar bisa terjadi dari langkah-langkah kecil. Dengan kesehatan mental yang baik, tubuh manusia pun akan ikut menjadi baik.